![]() |
| Foto : Istimewa |
KENDARI, TARGET INVESTIGASISULTRA. com- Dewan Pakar Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Sulawesi Tenggara, Andri Darmawan, menekankan pentingnya peran pers sebagai kontrol sosial dan verifikator informasi di era digital yang semakin kacau saat ini.
Hal ini disampaikannya menanggapi tantangan dunia pers saat ini, termasuk maraknya penggunaan Kecerdasan Buatan (AI) dan media sosial yang seringkali menyebarkan informasi tanpa verifikasi.
Andri menyoroti bagaimana teknologi AI kini mulai menyusup ke produk jurnalistik dengan cara yang berbahaya.
"Saya pernah melihat opini di media online yang seakan ditulis praktisi hukum, padahal itu tulisan AI. Banyak pasal yang dikutip ternyata tidak ada di undang-undang. Ini penyesatan," tegasnya dalam JMSI Talk di Kota Kendari, Jumat (19/12/2025).
Sebagai praktisi hukum yang kini menjadi Dewan Pakar JMSI, Andri memahami kesulitan media lokal di Sulawesi Tenggara, terutama setelah media cetak mulai tergerus media online.
Tantangan terbesar saat ini adalah ketergantungan pendapatan media pada anggaran APBD.
"Ada fungsi informasi pembangunan, tapi di sisi lain pers harus menjadi kontrol sosial. Hubungan media dan pemerintah sering panas dingin karena posisi ini," ujarnya.
Ia juga menyayangkan tren pejabat yang kini lebih memilih menggunakan media sosial pribadi daripada media massa resmi untuk menyampaikan informasi birokrasi, yang dianggapnya sebagai ancaman terhadap keberlangsungan perusahaan pers.
“Fungsi pers adalah memastikan kebijakan-kebijakan seperti di pemerintahan ini tersampaikan ke masyarakat secara akurat untuk menghindari penyesatan informasi atau hoaks yang sering beredar di platform non-pers.
Andri juga menyentuh aspek hukum terkait UU ITE dan putusan MK terbaru yang kini lebih melindungi kritik terhadap lembaga pemerintah.
Ia berharap hal ini meminimalisir kekhawatiran wartawan dalam menjalankan fungsi kontrol sosial.
"Sekarang ada fenomena No Viral No Justice. Orang merasa harus viral dulu baru direspon pemerintah. Di sinilah pers dibutuhkan untuk mengawal isu secara etis sesuai kode etik jurnalistik, bukan sekadar memicu keviralan tanpa konteks," tambahnya.
Terakhir, ia mendukung adanya penguatan hak cipta atas karya jurnalistik agar tidak mudah "dicomot" oleh pihak lain tanpa kompensasi yang layak, demi kesejahteraan perusahaan media dan wartawan di daerah.
Laporan : Tim TI



